MELIHAT DARI DUA SISI [OPINI]
Setiap
orang pasti pernah merasakan marah, baik kepada teman, keluarga, tetangga,
suami, istri atau bahkan pacar. Saat seseorang melakukan kesalahan, tidak
sesuai dengan yang kita inginkan, dikecewakan, dibohongi, dicurangi, reaksi
pertama yang terjadi adalah munculnya suatu emosi negatif yang kita kenal
sebagai marah. Saat amarah itu perlahan menguasai diri kita, ingin rasanya
memaki-maki, berteriak, menegur, menyindir bahkan melakukan tindakan fisik
kepada orang yang telah memicu amarah itu muncul.
Terkadang kita sulit mengendalikan
diri jika emosi sudah tersulut, telinga seakan menutup diri terhadap kata-kata
pembelaan dari orang dihadapan kita, mulut seakan ingin memuntahkan setiap
kata-kata yang mewakili isi hati kita yang sedang kacau, otak tidak mampu
menganalisis apa yang sebenarnya terjadi, memutarkan memori kesalahan-kesalahan
terdahulu dan mengaitkannya dengan masalah yang sedang terjadi.
Banyak sekali contoh kejadian yang
akan memicu amarah, seperti saat kamu sedang menunggu teman di sebuah cafe
namun setelah satu jam berlalu ia belum juga menampakan batang hidungnya, dua
gelas kopi americano sudah kamu habiskan, sekotak cheesecake sudah kau lahap
dan waktu berhargamu sudah terbuang begitu saja karena temanmu tak kunjung
datang. Lalu tiba-tiba temanmu datang, reaksi apa yang akan kamu tampilkan ?
kebanyakan orang yang ada diposisimu pasti akan marah dan mulai bertanya
selayaknya petugas interogasi. Adakalanya seseorang yang diposisi temanmu akan
terpicu juga amarahnya dan balik menyerang kamu karena tidak terima dengan
tuduhan-tuduhan yang kamu lontarkan baik yang kamu sadari atau tidak. Lalu kamu pun
tidak terima, karena kamu merasa kamu berhak marah atas tindakannya, saat emosi telah menguasai dirimu, kamu sulit mengendalikannya dan cenderung
melakukan pembelaan diri seperti mengaitkan kesalahan temanmu yang dulu dengan
masalah yang sekarang, hal itu malah membuat keadaan semakin buruk dan
mengancam tali pertemanan kalian.
Sebelum amarah menguasai diri,
alangkah baiknya kita melihat dari dua sisi. Tidak hanya melihat dari sisi diri
kita sendiri yang merasa dirugikan. Cobalah untuk memikirkan sejenak
kemungkinan-kemungkinan yang menjadi alasan seseorang melakukan hal yang
membuat amarahmu tersulut. Coba bertanya terlebih dahulu dan mendengarkan alasannya.
Bisa jadi temanmu terlambat selama satu jam karena ada kecelakaan kecil,
membantu orang yang tersesat, terjebak macet, dan lain-lainnya. Setelah
memikirkan sejenak dan mendengarkan alasannya hal itu akan menurukan amarahmu
sehingga banyak hal yang tidak kita inginkan dapat dihindari.
Memang sangat sulit untuk
mengendalikan diri agar amarah itu tidak muncul, mungkin ada orang yang tidak
cepat marah, tapi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjadi orang
seperti itu. Tuhan telah menciptakan
berpasang-pasangan, ada pagi dan malam, perempuan dan laki-laki, atas dan bawah,
kanan dan kiri, hitam dan putih, mungkin hal itu bisa kita sebut dua sisi. Sehingga
dalam hal menjalani kehidupan kita harus mencoba memahami dan mengerti dari
sisi lain, bukan hanya dari sisi diri kita sendiri. Kita harus mencoba memandang dari sudut pandang yang lain
sehingga kita bisa mengerti dan tidak menjadi egois sendiri. Kita tidak hidup
sendiri.
Di awal bulan Oktober saya membaca
buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring, buku itu merupakan salah satu buku
yang membahas tentang bagaimana caranya membangun mental yang kuat dengan
menggunakan prinsip Stoisisme. Disalah satu bagian bukunya terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan ketika
kita mulai merasakan emosi negatif seperti marah, sedih, frustasi, putus asa dan
lainnya. Setelah saya membaca dan mencoba mempraktekannya, saya merasa lebih
bisa mengendalikan diri saat emosi negatif itu muncul. Adapun metode itu
disebut STAR (Stop, Think and Assess, Respond)
1.
Stop (Berhenti). Begitu kita merasakan emosi negatif, secara
sadar kita harus berhenti dulu. Jangan terus larut dalam perasaan tersebut.
Meskipun agak sulit untuk menghentikan aliran emosi negatif dalam diri kita
tapi cobalah untuk menarik nafas panjang dan tenangkan diri. Semakin sering
dilakukan maka akan semakin terbiasa.
2.
Think and Assess ( dipikirkan dan dinilai). Setelah
menghentikan emosi negatif, maka mulailah berpikir secara rasional,
menganalisis apa yang terjadi, dengan kita mencoba berpikir emosi negatif itu
perlahan akan terkendali. Setelah dipikirkan kemudian dinilai apakah emosi negatif
tersebut adalah hal yang di luar kendali kita atau di dalam kendali kita.
3.
Respond (Respon). Setelah kita menggunakan
nalar, berupaya untuk rasional dalam mengamati situasi, semoga langkah tersebut
dapat menurunkan emosi negatif kita. Kemudian barulah merespon dengan tindakan
atau ucapan. Karena pemilihan respon tersebut datang sesudah kita memikirkannya
situasinya baik-baik, diharapkan ucapan dan tindakan respon ini adalah hasil
penggunaan nalar/rasio yang sebaik-baiknya, dengan prinsip bijak, adil, menahan
diri (tidak terbawa perasaan/emosi) dan berani.
Nah itu adalah langkah-langkah yang
bisa kita gunakan saat emosi negatif seperti amarah mulai
muncul. Sehingga ketika amarah kita muncul hal pertama yang harus dilakukan
adalah menghentikannya, jika kita tidak bisa menghentikan atau megendalikannya maka amarah akan menguasai diri kita dan memperburuk keadaan, jika kita
mampu mengendalikan amarah, maka kedamaian dan ketenangan jiwa akan diraih.
Wednesday, in the end of October
Aksara
Komentar
Posting Komentar